Sabtu, 29 Oktober 2011

Senin, 24 Oktober 2011







PERATURAN DEWAN PERS
Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008
Tentang
PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS
NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK
SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS


DEWAN PERS,
Menimbang :
Bahwa agar Kode Etik Jurnalistik yang telah disepakati dan difasilitasi oleh Dewan Pers dalam Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 dapat berlaku secara lebih efektif, maka perlu ditetapkan dalam bentuk Peraturan Dewan Pers.
Mengingat :
1.Pasal 7 ayat (2), Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 40Tahun 1999 tentang Pers;
2. Keputusan Presiden Nomor 7/M Tahun 2007 Tanggal 9 Februari 2007, tentang Keanggotaan Dewan 
    Pers periode tahun 2006—2009.
3. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers, Senin, tanggal 12 Mei 2008,  di Jakarta.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Peraturan Dewan Pers tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tertanggal 24 Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers

Pertama : Mengesahkan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SKDP/III/2006 tertanggal 24 Maret 2006 tentang Kode Etik Jurnalistik dengan segala lampirannya sebagai Peraturan Dewan Pers

Kedua    : Peraturan Dewan Pers ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 2008
Ketua Dewan Pers,
dto
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA


PROFESI WARTAWAN
Lampiran:
PERATURAN DEWAN PERS
Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008
SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS
Nomor: 03/SK-DP/III/2006
Tentang
KODE ETIK JURNALISTIK

DEWAN PERS,


Menimbang :

1.Bahwa telah terjadi perkembangan yang sangat pesat dalam kehidupan pers nasional selama enam tahun 
   terakhir sejak diberlakukannya Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers;
2. Bahwa Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang disepakati oleh 26 organisasi wartawan di  
    Bandung pada tanggal 6 Agustus 1999 dinilai perlu dilengkapi sehingga dapat menampung berbagai  
    persoalan pers yang berkembang saat ini, terutama yang terjadi pada media pers elektronik.
3. Bahwa berbagai perusahaan pers dan organisasi wartawan masing masing telah mempunyai kode etik;
4. Bahwa dengan demikian perlu ditetapkan kode etik jurnalistik yang baru yang berlaku secara nasional, 
    sebagai landasan moral atau etika profesi dan menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas 
   dan profesionalitas wartawan.

Mengingat : 

1. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers;
2. Keputusan Presiden Nomor 143/M Tahun 2003 tanggal 13 Agustus 2003, tentang Keanggotaan Dewan 
    Pers periode tahun 2003—2006.

Memperhatikan : 
1. Keputusan Sidang Pleno I Lokakarya V yang dihadiri 29 organisasi pers, Dewan Pers, dan Komisi 
    Penyiaran Indonesia pada hari Selasa,14 Maret 2006, di Jakarta;
2. Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Jumat, 24 Maret 2006, di Jakarta.

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Kode Etik Jurnalistik sebagaimana terlampir sebagai pengganti dari Kode Etik Wartawan 
               Indonesia.
Kedua   : Kode Etik Wartawan Indonesia sebagaimana terdapat dalam Surat Keputusan Dewan Pers
               No.1/SK-DP/2000 dinyatakan tidak berlaku lagi.
Ketiga    : Keputusan Dewan Pers ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 24 Maret 2006
Ketua Dewan Pers,
dto
Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA


Lampiran:
Surat Keputusan Dewan Pers
Nomor: 03/SK-DP/III/2006
Tentang
Kode Etik Jurnalistik
KODE ETIK JURNALISTIK

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial,keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, Krena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur  
    tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian 
    pihak lain.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masingmasing
pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006




Berkaitan dengan adanya beberapa kasus pemanggilan wartawan untuk diperiksa oleh lembaga penyidik atau menjadi saksi dalam perkara yang terkait dengan karya jurnalistik, Dewan Pers perlu menyampaikan pedoman mengenai ketentuan dan penerapan Hak Tolak, serta Pertanggungjawaban hukum, sebagai berikut:

  1. Wartawan sebagai warga negara yang taat hukum secara prinsip wajib memenuhi panggilan lembaga penyidik untuk diperiksa atau menjadi saksi dalam pengadilan. Wartawan, berdasarkan sifat profesinya, memiliki Hak Tolak, yaitu hak untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan (seperti diatur dalam UU No. 40/1999, tentang Pers). Namun Hak Tolak ini tidak berarti “lembaga pers menolak pemanggilan untuk didengar keterangannya oleh pejabat penyidik”.
  2. Jika wartawan berkeberatan untuk memberikan keterangan, khususnya menyangkut identitas narasumber confidential, maka hal itu dilindungi oleh Pasal 4 ayat (4), UU Pers, yang berbunyi: “Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak." Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi identitas sumber informasi. Hak tersebut dapat digunakan jika wartawan diminta keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.
  3. Meskipun demikian penerapan hak tolak hendaknya tidak digunakan secara sembarangan. Narasumber yang layak dilindungi identitasnya melalui hak tolak adalah mereka yang memang memiliki kredibilitas, beritikad baik, berkompeten, dan informasi yang disampaikan terkait dengan kepentingan publik. Selain itu, perlu disadari, bahwa pada akhirnya hak tolak dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan terpisah yang khusus memeriksa soal itu.
  4. Selain diatur dalam UU Pers, dasar hukum hak tolak juga terdapat dalam Pasal 50 KUHP yang menegaskan bahwa “mereka yang menjalankan perintah UU tidak dapat dihukum”. Dalam menjalankan tugas jurnalistik pers menjalankan amanat UU Pers, sehingga berkonsekuensi tidak dapat dihukum ketika menggunakan hak tolaknya. Pasal 170 KUHAP yang berbunyi, “Mereka yang karena pekerjaan, harkat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.”
  5. Kepada aparat penegak hukum, perlu diingatkan bahwa tugas utama wartawan adalah mencari, mengolah, dan menyebarluaskan informasi. Aparat hukum sedapat mungkin menghindari memanggil wartawan untuk dimintai keterangan atau menjadi saksi, jika informasi yang telah dicetak atau disiarkan di media massa dirasakan bisa menjadi bahan untuk mengusut kasus.
  6. Dalam hal adanya dugaan pelanggaran hukum terhadap karya jurnalistik,   pertanggungjawaban hukum ditujukan kepada “penanggung jawab” institusi pers bersangkutan. Merujuk pada UU Pers, Pasal 12, yang dimaksud dengan “penanggung jawab” adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab. Apabila pihak kepolisian menerima pengaduan perkara pidana menyangkut karya jurnalistik, maka menurut UU Pers tidak perlu menyelidiki siapa pelaku utama perbuatan pidana, melainkan langsung meminta pertanggungjawaban dari Penanggung Jawab, sebagai pihak yang harus menghadapi proses hukum.
Jakarta, 4 Mei 2007
Dewan Pers,
ttd

Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA
Ketua

Minggu, 31 Juli 2011

PWI Sukabumi Akan Tampil Lebih energik dan Inovatif

SUKABUMI - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Kabupaten Sukabumi Heddi Suhaedi mengatakan, sebagai konsekuensi terbitnya undang – undang Nomor : 40 tahun 1999 tentang pers, kehidupan pers baik dalam lingkup nasional, regional maupun lokal spektrum ancaman dan tantangannya semakin komplek.
        Dengan begitu mudahnya orang menyandang profesi wartawan, tidak dapat dihindari jumlah wartawan tumbuh subur. Fakta ini, menurut Heddi, disisi lain menimbulkan persoalan dan gangguan yang mengancam citra profesi wartawan, tapi disisi lain merupakan potensi yang harus dijaga agar kebebasan pers berjalan sehat, seimbang, efektif, beretika dan berkembang secara dinamis.
       Kecendrungan turunnya citra profesi wartawan, paparnya, apabila dibiarkan akan terus melaju dan membahayakan kebebasan pers. Perkembangan kehidupan pers yang sangat cepat dan dinamis ini, membutuhkan kemampuan untuk dapat memprediksi dan merespon berbagai perubahan yang cepat dan akurat.
       Perkembangan situasi kebebasan pers yang semakin kompetitif dengan banyak lahirnya organisasi – organisasi profesi wartawan, serta pesatnya kemajuan teknologi informasi menuntut perhatian serius berbagai pihak terlebih praktisi pers.
       Persatuan Wartawan Indonesia PWI, kata Heddi, sebagai salah satu organisasi profesi wartawan yang telah dinyatakan lolos verifikasi organisasi wartawan oleh Dewan Pers, harus bangkit dan melakukan refleksi dengan terus menumbuhkan rasa keprihatinan terhadap citra profesi wartawan yang terpuruk.
      PWI yang memiliki pengalaman sangat panjang dalam kehidupan pers, sangat bermakna dalam mengawal kebebasan pers dan menjaga citra positif profesi wartawan. Untuk ini, PWI harus senantiasa dalam kondisi sehat, kuat dan dinamis.
     Disebutkannya, PWI perlu menguatkan kelembagaan untuk merevitalisasi pergerakan. Penguatan kelembagaan ini, harus dilakukan dalam berbagai aspek. Yang pertama, penguatan kepemimpinan dan kedua, penguatan nilai historis perjuangan PWI dalam mewujudkan wartawan profesional, berwawasan dan bertika.
      Kehadiran PWI di kabupaten sukabumi, kata Heddi, tentu saja harus memberikan makna dan konstribusi positif, dan tidak menjadi beban baru bagi pemerintah daerah dan warga kabupaten sukabumi. Setidaknya, PWI harus berperan aktif dalam menciptakan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, profesional dan bermartabat.
      " Kami tidak akan berhenti mendorong profesionalisme wartawan yang bertugas di Kabupaten Sukabumi. Karena itu, kami akan selalu membuka pintu dan kesempatan bagi wartawan mana saja tanpa melihat latar belakang suku, ras, golongan dan afilisia politik untuk bergabung di PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi, " ucap Heddi.
      Bahkan, lanjutnya, dalam memperkuat basis dukungan terhadap organisasi PWI, akan dilakukan pendekatan secara terus – menerus kepada wartawan pemula dan lembaga – lembaga masyarakat dan pemerintah.
      PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi, akan berusaha tampil lebih inovatif, energik dan kreatif serta mampu malahirkan terobosan, perbaikan sistim dan pergeseran paradigma serta menerapkan prinsip – prinsip manajemen organisasi modern dan mutakhir yaitu akuntabilitas, responsilibitas dan transparan serta malakukan penguatan prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela dalam memilih pemimpin organisasi, sehingga nantinya akan menumbuhkan semangat bagi anggota untuk menjaga citra positif organisasi PWI.
      Dipaparkannya, dinamika sebuah organisasi profesi wartawan dalam wemujudkan tujuannya, turut ditentukan oleh kualitas dan dinamika kegiatan organisasi , baik di tingkat pusat maupun di daerah. Kegiatan program organisasi pada level terbawah merupakan ujung tombak bagi terwujudnya tujuan organisasi. (pwi news)

Organisasi Profesi Wartawan


SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS
NOMOR: 12/SK-DP/VIII/2006

tentang
HASIL VERIFIKASI ORGANISASI WARTAWAN TAHUN 2006

Menimbang:
a. Bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers telah berdiri banyak organisasi wartawan;
b. Bahwa sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 04/SK-DP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan, maka semua organisasi wartawan telah mempunyai pedoman dalam menjalankan organisasinya termasuk kesediaannya diverifikasi oleh Dewan Pers;
c. Bahwa untuk memenuhi mekanisme pemilihan anggota Dewan Pers sesuai Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 05/SK-DP/III/2006 tentang Penguatan Peran Dewan Pers, perlu ditetapkan hasil verifikasi organisasi wartawan tahun 2006.

Mengingat:
1. Undang-Undang No.40 Tahun 1999 tentang Pers;
2. Keputusan Presiden Nomor 143/M Tahun 2003 tanggal 13 Agustus 2003, tentang Keanggotaan Dewan Pers periode tahun 2003 - 2006;
3. Statuta Dewan Pers.

Memperhatikan:
1. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa, 9 Mei 2006, di Bogor.
2. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa, 4 Juli 2006, di Jakarta.
3. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa, 19 Juli 2006, di Jakarta.
4. Keputusan Sidang Pleno Dewan Pers pada hari Selasa, 15 Agustus 2006, di Jakarta.

Memutuskan:
Organisasi wartawan yang memenuhi kriteria Standar Organisasi Wartawan, sesuai kesepakatan 27 organisasi wartawan pada pertemuan 14 Maret 2006 di Jakarta, yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers pada tahun 2006, sebagai berikut:
1. ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI)
2. IKATAN JURNALIS TELEVISI INDONESIA (IJTI)
3. PERSATUAN WARTAWAN INDONESIA (PWI)

Keputusan Dewan Pers ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Jakarta
Pada tanggal: 15 Agustus 2006
Dewan Pers,

Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA Ketua

Pelantikan Pengurus PWI Cabang Jawa Barat Periode 2011 - 2016

BANDUNG - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Jawa Barat terpilih Periode 2011-2016  Mirza Zulhadi, dikukuhkan. Pengukuhan ini langsung dilakukan Ketua Umum PWI Pusat Margiono di Aula Barat Gedung Sate, Bandung, Sabtu malam (30/7). 
       Mirza Zulhadi terpilih menjadi Ketua PWI Cabang Jawa Barat dalam Konferensi Lanjutan PWI Cabang Jawa Barat di hotel Buni Asih, Bandung setelah bersaing dengan seorang kandidat Katua PWI Cabang Jawa Barat Danang Dono Rokso. 
         Pemilihan Ketua PWI Cabang Jawa Barat tersebut, merupakan lanjutan dari Konferensi Cabang PWI Jawa Barat di Indramayu pada 20 Juni 2011 lalu. Saat itu, konferensi gagal memilih Ketua PWI Cabang Jawa Barat Periode 2011 - 2016 setelah Danang Donorokso memprotes adanya anggota PWI yang berstatus anggota muda ikut memilih. Padahal, berdasarkan ketentuan Peraturan Dasar/Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI pemegang suara pada konferensi Cabang PWI hanya anggota biasa. 
         Kecuali Mirza Zulhadi, juga dikukuhkan sejumlah pengurus PWI Cabang Jawa Barat lainnya seperti Wakil Ketua Bidang Organisasi, Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, Wakil Ketua Bidang Pendidikan dan Wakil Ketua Bidang Kesra, Sekretaris dan dua orang wakil sekretaris, Bendahara dan dua orang Wakil bendahara serta seksi - seksi.
          Uyun Achadiat yang pada periode sebelumnya memangku jabatan Sekretaris PWI Cabang Jawa Barat kembali dipercaya menduduki jabatan tersebut. Sedangkan, untuk posisi Wakil Ketua Bidang Organisasi dipercayakan kepada M Syafrin Zaini, Wakil Ketua Bidang Pembelaan diisi Agus Dinar dan posisi Wakil Ketua Bidang Pendidikan tetap ditempati Suherlan. (pwipwknews)

PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi Membentuk Koperasi

SUKABUMI - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Perwakilan Kabupaten Sukabumi, membentuk Koperasi Serba Usaha Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Sukabumi, Sabtu (23/7). Pembentukan koperasi ini dilaksanakan dalam rapat pleno pengurus PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi yang dipimpin Ketua PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi Heddi Suhaedi. 
      Pengurus Koperasi Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Sukabumi terdiri atas meliputi Penasehat, Pengawas dan Pengurus. Untuk jajaran Penasehat masing - masing Asep Jafar, H Agus Hermawan, H Bon Bon Saepudin, H Abeb Setiawan dan Ade Surahman.
     Sedangkan, untuk Pengawas diisi oleh Heddi Suhaedi (Ketua PWI), Rachmat Djuniardi (Sekretaris PWI) dan AM Hamzah (Wakil Ketua I PWI). Sementara untuk jajaran pengurus terdiri dari Ketua : H Munir Ridwan, Wakil Ketua : Asep Solichin (Aves), Sekretaris : H Syarief Octora dan Bendahara : Machmud Yunus.
          Koperasi Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Sukabumi dilengkapi unit usaha Jasa Konstruksi : Budhy Lesmana, Perdagangan Umum : Hapid Hoiri dan Unit Usaha Simpan Pinjam : T Edhie Sape'i. 
           Menurut Ketua PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi Heddi Suhaedi, pembentukan Koperasi Persatuan Wartawan Indonesia sebagai upaya mendorong peningkatan kesejahteraan wartawan. Saat ini, jumlah wartawan yang tergabung di PWI Perwakilan Kabupaten Sukabumi tercatat 106 orang yang terdiri dari 7 orang anggota biasa, 8 orang anggota muda dan sisanya anggota terdaftar. 
             Sejauh ini, kata Heddi, kesejahteraan wartawan di Kabupaten Sukabumi masih banyak yang cukup memprihatinkan. Sebab, pendapatan mereka masih dibawah standar upah minimum. 
             " Jadi, saya berharap dengan terbentuknya koperasi ini bisa membantu kesulitan hidup teman - teman wartawan yang nasibnya masih kurang beruntung. Saya berharap, para pengurus koperasi bisa bekerja profesional, " pinta Heddi. (PWI news)
            

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Printable Coupons